Jambi, netinfo.id – Rumah Sakit Erni Medika yang berlokasi di Talang Bakung, Jambi Selatan, Kota Jambi, mengakui bahwa hingga saat ini belum memiliki sertifikat akreditasi resmi sejak berdiri delapan tahun lalu.
Pernyataan ini disampaikan oleh Humas RS Erni Medika, Nur Hadi, terkait tuduhan malapraktik yang menimpa rumah sakit tersebut.
“Percayalah, tidak ada rumah sakit yang tidak ingin terakreditasi. Rumah sakit yang tidak terakreditasi, pasti akan sakit sekali,” ujar Nur Hadi.
Namun, ketika ditanya mengenai kendala yang menghambat proses akreditasi, Nur Hadi memilih untuk tidak menjelaskan secara detail, dengan alasan terdapat hal-hal sensitif yang tidak dapat disampaikan kepada publik.
Nur Hadi juga berharap Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Jambi dapat terus mengawal proses akreditasi RS Erni Medika. “Kami meminta BPRS untuk tetap mengawal kami agar segera terakreditasi. Karena tidak ada rumah sakit yang tidak ingin terakreditasi,” katanya.
Selain masalah akreditasi, RS Erni Medika juga mengakui belum memiliki dokter spesialis bedah saraf tetap di rumah sakit tersebut.
“Memang, kalau dokter spesialis bedah saraf kita belum ada. Kalau ada pasien darurat, kita biasanya panggil. Tetapi kita ada dokter umum yang tetap, dan juga ada dokter spesialis lain (selain dokter bedah),” jelas Kepala Bagian Umum RS Erni Medika, Deby.
Deby menambahkan, semua dokter, bidan, dan perawat di RS Erni Medika sudah memiliki Surat Izin Praktik (SIP), serta sistem kerja tenaga medis dibagi dalam tiga shift: pagi, siang, dan malam.
Sebagaimana diketahui, RS Erni Medika saat ini tengah menghadapi laporan dugaan malapraktik dan kelalaian medis yang menyebabkan meninggalnya seorang pasien asal Sarolangun.
Pasien tersebut diketahui mengalami kecelakaan dan dirawat selama lima hari di rumah sakit. Pihak keluarga korban mengklaim diminta membayar uang sebesar Rp30 juta untuk biaya operasi, namun hingga pasien meninggal dunia, operasi tidak dilakukan dan uang tersebut tidak dikembalikan.
Menanggapi tuduhan tersebut, pihak RS Erni Medika membantah telah meminta uang sebesar Rp30 juta sebagai biaya operasi. “Yang ada adalah uang deposito, karena pasien masuk sebagai pasien umum,” ujar Deby.
Kasus ini saat ini tengah ditangani oleh pihak Kepolisian Daerah Jambi.(*)