Empati menjadi kata kunci dalam perjalanan dinas Kompol Sukarman. Saat bertugas di Aceh, ditengah konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ia tidak berpangku tangan meski bertugas di bidang lalulintas. Namun, ia terjun langsung membantu warga yang mengalami trauma secara fisik dan psikologis.
“walaupun bukan bidang say, tapi sebagai polisi kita harus peka terhadap penderitaan orang lain,: tegasnya.
Termasuk pada bertugas di Kerinci. Ketika terjadi konflik antar kampung, ia turut serta dalam proses mediasi, meski jabatan resminya pada saat itu adalah Kasat Lantas.
“Kadang sampai bergadang beberapa hari demi mendinginkan suasana. Saya yakin, tugas polisi bukan hanya sekedar tilang atau patrol, tapi juga mendamaikan,” kenangnya.
Keluarga, Fondasi dan Segalanya.
Dibalik sikap tegasnya dilapangan, Kompol Sukarman merupakan sosok ayah dan suami yang penyayang. Saat ini ia hanya memiliki satu orang anak, dan baginya, keluarga adalah sumber kekuatan.
“Saya tidak ingin anak saya mengalami kesulitan seperti yang saya alami dulu. Saya ingin dia punya pendidikan lebih baik dan masa depan yang lebih layak,” tuturnya.
Menurut dia, bahwa karier dan kesuksesan bukan hanya hasil kerja keras semata, melainkan ada doa dan dukungan dari keluarga. “Sebesar apapun jabatan kita, tanpa dukungan keluarga, semuanya akan sia-sia.”
Pendidikan dan Transformasi Sosial
Tak hanya fokus pada keamanan, Kompol Karman juga pernah aktif dalam program edukasi dan pembinaan masyarakat serta terhadap anak didik di beberapa sekolah terpencil di Provinsi Jambi.
“Anak-anak harus tahu hukum sejak dini. Tapi kita tidak datang dengan cara menakut-nakuti. Kita bercerita, berdiskusi, kadang bermain,” tuturnya.
Program tersebut menjadi isnpirasi nasional, karena merupakan langkah kecil dengan dampak besar.”Polisi itu bukan sekedar mengawasi, tapi juga berperan sebagai pendidik,” tegasnya.
Melindungi, Bukan Menakuti
Baginya, kekuatan harus digunakan untuk melindungi yang lemah. Dalam setiap tugas, ia selalu mengedepankan pendekatan humanis.
“Orang sering melanggar itu karena tidak tahu. Kalau bisa kita bina, kenapa harus dihukum? Polisi bukan sekedar penegak, tapi juga pendidik masyarakat,” ujarnya dengan bijak.
Moment di Hari Bhayangkara ke-79
Menjelang hari Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli 2025, Kompol Sukarman mengajak seluruh anggota kepolisian untuk kembali kepada jati diri institusi: pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat sesuai dengan tribrata dan catur prasetya.
“Di usia yang semakin dewasa ini, mari kita refleksikan kembali peran kita. Jangan khianti kepercayaan masyarakat. Seragam bukan segalanya. Yang utama yakni tanggung jawab moral yang kita emban, kemudian marilah kita betul-betul menjadi pelindung, pengayom pelayan masyarakat yang sesungguhnya dan sesuai dengan tribrata dan catur prasetya,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya profesionalisme dan sikap humanis dalam menghadapi tantangan kedepan, terutama di era digital ini dan keterbukaan informasi.
Sosok Polisi Ideal
Kompol Sukarman bukan polisi sempurna namun tidak ambisi dalam jabatan. Tapi dari kesehariannya, ia menunjukan bahwa menjadi pelayan masyarakat sejatinya tidak butuh panggung, cukup ketulusan.
Ditengah berbagai stigma negatif tentang institusi Polri. Sosoknya menjadi figur mengingatkan bahwa masih ada polisi yang baik dan bekerja dengan hati. Bahwa kekuasaan hanyalah alat, sementara cinta kepada bangsa dan rakyat adalah alasan sejati untuk bertugas.
“Fower is For Service,” ucapnya sekali lagi, menegasakan semboyan hidupnya dan mungkin, semangat yang seharunya dimiliki oleh setiap polisi.(ans)