“Saya pernah ingin bunuh diri di daerah Parang Kritis, karena ada mitos bahwa mengenakan baju hijau bisa membawa seseorang ke alam gaib. Tapi ternyata, tidak berhasil,” kenangnya.
Sebagai seorang seniman, karya Ucok juga pernah menyentuh hati seseorang yang tengah berada di ambang keputusasaan. Suatu hari, seorang pria Minang yang mengalami depresi akibat masalah keluarga hampir bunuh diri dari atas gedung.
Setelah berbincang dengan Ucok, pria itu mengungkapkan masalahnya konflik dengan ibunya yang sedang sakit stroke.
Tergerak oleh kisah itu, Ucok mencari foto ibu pria tersebut dan melukiskannya dalam kondisi tersenyum, duduk bersandingan dengan sang anak. Saat melihat lukisan itu, pria tersebut menangis haru dan berkata, “Aku belum pernah membuat ibuku tersenyum, tapi abang bisa.”
Tanpa berpikir panjang, pria itu pun membeli tiket dan berangkat ke Padang untuk bertemu ibunya.
Ucok percaya bahwa bakat seni bukanlah sesuatu yang diwariskan, melainkan terbentuk dari lingkungan dan kebiasaan. “Ayah saya seorang pejuang, ibu saya pedagang. Tidak ada keturunan seni dalam keluarga saya. Tapi karena lingkungan dan dorongan hati, saya bisa menjadi pelukis,” tuturnya.
Perjalanan hidup Ucok Tato adalah bukti bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk berkarya. Dengan ketekunan dan kecintaan pada seni, ia berhasil mengukir namanya sebagai salah satu pelukis ternama di Jambi.(ans)